Tema 2 : Persatuan dalam Perbedaan
Sub Tema 2 : Bekerjasama Mencapai Tujuan
Pebelajaran : 4
Muatan : Bahasa Indonesia, IPS
Perjuangan Diplomasi Mempertahankan Kemerdekaan
Selain dengan perjuangan bersenjata, bangsa Indonesia juga melakukan
perjuangan diplomasi dalam mempertahankan kemerdekaan. Tujuannya selain
untuk menghindari banyak korban, juga supaya kedaulatan bangsa mendapat
pengakuan internasional.
1. Perjanjian Linggajati
Perjanian Linggarjati yang disahkan pada 25 Maret 1947 memiliki 17 pasal. Inti dari hasil Perjanjian Linggarjati yakni sebagai berikut:
1. Belanda secara de facto mengakui wilayah Republik Indonesia yaitu Jawa, Sumatera, dan Madura.
2. Belanda diwajibkan meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat 1 Januari 1949.
3. Pihak Indonesia dan Belanda mencapai kata sepakat untuk membentuk negara Republik Indonesia Serikta (RIS) yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan dan Timur Besar sebelum tangga 1 Januari 1949.
4. Dalam konteks Republik Indonesia Serikta, Pemerintah Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya.
Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Belanda akhirnya melanggar kesepakatan yang telah disepakati bersama dalam Perjanjian Linggarjati. Gubernur Jenderal H. J. van Mook ahirnya menyatakan bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan perjanjian tersebut pada tanggal 20 Juli 1947. Tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda I yakni serangan dari Tentara Belanda ke wilayah Indonesia.
Konflik antara Indonesia dan Belanda kembali memanas. Konflik tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan yang memunculkan sejarah Perjanjian Renville. Walaupun begitu banyak hasil Perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia. Terdapat beberapa hal lainnya yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah Perjanjian Linggarjati dilakukan. Beberapa kejadian yang berkaitan dengan peristiwa ini, yaitu:
1. Perundingan untuk menyelesaikan konflik Indonesia dan Belanda sesungguhnya telah dilakukan dari bulan Februari 1946. Namun, perundingan yang dilakukan selalu gagal tanpa kesepakatan. Akhirnya pada bulan Oktober di tahun yang sama kemudian terjadi kesepakatan yang mengawali pertemuan Linggarjati.
2. Pemilihan lokasi Linggarjati atau Linggajati sebagai tempat pertemuan diusulkan oleh Maria Ulfah Santoso. Beliau adalah Menteri Sosial di masa tersebut. Pemilihan Linggarjati didasarkan pada titik tengah antara Belanda yang menguasai Jakarta dan Indonesia yang menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan sementara.
3. Delegasi Belanda menginap di kapal perang miliki mereka. Delegasi Indonesia menginap di Linggasama yang letaknya berdekatan dengan desa Linggarjati. Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta singgah di kediaman Bupati Kuningan.
4. Rumah yang dijadikan tempat pertemuan adalah tempat milik Kulve van Os. Beliau adalah seorang Belanda pemilik pabrik semen dan perajin ubin yang menikahi perempuan berdarah Indonesia.
5. Perundingan berjalan tidak mulus. Terdapat beberapa poin dari kedua belah pihak yang tidak disepakati, tetapi ada juga yang dapat disepakati. Delegasi Belanda pun disela pertemuan sempat menemui Soekarno yang datang sebagai tamu untuk membicarakan beberapa poin yang menjadi perdebatan antara Belanda dengan Indonesia yang diketuai Syahrir.
6. Pro-kontra terus terjadi selepas perjanjian tersebut diberitahukan kepada publik. Penolakan utamanya datang dan disuarkan oleh oposisi pemerintahan saat itu.
7. Belanda telah menodai hasil perjanjian dan membatalkan kesepakatan secara sepihak.
Tokoh-tokoh Perjanjian Linggarjati
Terdapat tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam Perjanjian Linggarjati. Nama tokoh-tokoh yang menandatangani Perjanjian Linggarjati adalah:
§ Pemerintah Indonesia mendelegasikan Sutan Syahrir sebagai Ketua, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem.
§ Pemerintah Belanda mendelegasikan Wim Schermerhon sebagai Ketua, H. J. van Mook, Max van Pool, F. de Boer.
§ Pemerintah Inggris sebagai mediator atau penengah diwakili oleh Lord Killearn.
§ Saksi tamu yang hadir pada pertemuan tersebut seperti Amir Syarifudin, dr. Leimena, dr. Sudarsono, Ali Budiharjo, Presiden Soekarno, dan Mohammad Hatta.
2. Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Disebut Perjanjian Renville karena perundingan dilakukan di atas geladak kapal USS Renville dari Amerika Serikat. Perundingan ini ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Faktanya banyak hasil dan isi Perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia.
Isi Perjanjian Renville
Ada beberapa poin hasil perjanjian Renville antara pemerintah Indonesia dan Belanda. Berikut merupakan 8 poin hasil dan isi perundingan Renville.
1. Wilayah Republik Indonesia yang diakui oleh Belanda antara lain hanya Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera.
2. Disetujuinya batas wilayah antara Republik Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS)
4. Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya Republik Indonesia Serikat
5. Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan yang sejajar dengan Uni Indonesia-Belanda
6. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk
1. Perjanjian Linggajati
Perjanian Linggarjati yang disahkan pada 25 Maret 1947 memiliki 17 pasal. Inti dari hasil Perjanjian Linggarjati yakni sebagai berikut:
1. Belanda secara de facto mengakui wilayah Republik Indonesia yaitu Jawa, Sumatera, dan Madura.
2. Belanda diwajibkan meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat 1 Januari 1949.
3. Pihak Indonesia dan Belanda mencapai kata sepakat untuk membentuk negara Republik Indonesia Serikta (RIS) yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan dan Timur Besar sebelum tangga 1 Januari 1949.
4. Dalam konteks Republik Indonesia Serikta, Pemerintah Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya.
Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Belanda akhirnya melanggar kesepakatan yang telah disepakati bersama dalam Perjanjian Linggarjati. Gubernur Jenderal H. J. van Mook ahirnya menyatakan bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan perjanjian tersebut pada tanggal 20 Juli 1947. Tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda I yakni serangan dari Tentara Belanda ke wilayah Indonesia.
Konflik antara Indonesia dan Belanda kembali memanas. Konflik tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan yang memunculkan sejarah Perjanjian Renville. Walaupun begitu banyak hasil Perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia. Terdapat beberapa hal lainnya yang terjadi sebelum, selama, dan sesudah Perjanjian Linggarjati dilakukan. Beberapa kejadian yang berkaitan dengan peristiwa ini, yaitu:
1. Perundingan untuk menyelesaikan konflik Indonesia dan Belanda sesungguhnya telah dilakukan dari bulan Februari 1946. Namun, perundingan yang dilakukan selalu gagal tanpa kesepakatan. Akhirnya pada bulan Oktober di tahun yang sama kemudian terjadi kesepakatan yang mengawali pertemuan Linggarjati.
2. Pemilihan lokasi Linggarjati atau Linggajati sebagai tempat pertemuan diusulkan oleh Maria Ulfah Santoso. Beliau adalah Menteri Sosial di masa tersebut. Pemilihan Linggarjati didasarkan pada titik tengah antara Belanda yang menguasai Jakarta dan Indonesia yang menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan sementara.
3. Delegasi Belanda menginap di kapal perang miliki mereka. Delegasi Indonesia menginap di Linggasama yang letaknya berdekatan dengan desa Linggarjati. Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta singgah di kediaman Bupati Kuningan.
4. Rumah yang dijadikan tempat pertemuan adalah tempat milik Kulve van Os. Beliau adalah seorang Belanda pemilik pabrik semen dan perajin ubin yang menikahi perempuan berdarah Indonesia.
5. Perundingan berjalan tidak mulus. Terdapat beberapa poin dari kedua belah pihak yang tidak disepakati, tetapi ada juga yang dapat disepakati. Delegasi Belanda pun disela pertemuan sempat menemui Soekarno yang datang sebagai tamu untuk membicarakan beberapa poin yang menjadi perdebatan antara Belanda dengan Indonesia yang diketuai Syahrir.
6. Pro-kontra terus terjadi selepas perjanjian tersebut diberitahukan kepada publik. Penolakan utamanya datang dan disuarkan oleh oposisi pemerintahan saat itu.
7. Belanda telah menodai hasil perjanjian dan membatalkan kesepakatan secara sepihak.
Tokoh-tokoh Perjanjian Linggarjati
Terdapat tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam Perjanjian Linggarjati. Nama tokoh-tokoh yang menandatangani Perjanjian Linggarjati adalah:
§ Pemerintah Indonesia mendelegasikan Sutan Syahrir sebagai Ketua, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem.
§ Pemerintah Belanda mendelegasikan Wim Schermerhon sebagai Ketua, H. J. van Mook, Max van Pool, F. de Boer.
§ Pemerintah Inggris sebagai mediator atau penengah diwakili oleh Lord Killearn.
§ Saksi tamu yang hadir pada pertemuan tersebut seperti Amir Syarifudin, dr. Leimena, dr. Sudarsono, Ali Budiharjo, Presiden Soekarno, dan Mohammad Hatta.
2. Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Disebut Perjanjian Renville karena perundingan dilakukan di atas geladak kapal USS Renville dari Amerika Serikat. Perundingan ini ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Faktanya banyak hasil dan isi Perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia.
Isi Perjanjian Renville
Ada beberapa poin hasil perjanjian Renville antara pemerintah Indonesia dan Belanda. Berikut merupakan 8 poin hasil dan isi perundingan Renville.
1. Wilayah Republik Indonesia yang diakui oleh Belanda antara lain hanya Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera.
2. Disetujuinya batas wilayah antara Republik Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS)
4. Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya Republik Indonesia Serikat
5. Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan yang sejajar dengan Uni Indonesia-Belanda
6. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk
7. Akan diadakan pemilihan umum dalam kurun 6 bulan sampai 1 tahun
ke depan dalam pembentukan konstituante Republik Indonesia Serikat
8. Pasukan tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
Waktu pelaksanaan perjanjian ini dilakukan sejak tanggal 8 Desember 1947. Adapun penandatanganan perjanjian Renville dilakukan tanggal 17 Desember 1948.
Tokoh Perundingan Renville
Berikut merupakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjanjian Renville, baik dari pihak Indonesia, pihak Belanda maupun dari pihak PBB sebagai mediator perundingan.
Delegasi Republik Indonesia
· Ketua : Amir Syarifudin Harahap
· Anggota lain : Ali Sastroamijoyo, Haji Agus Salim, Dr. Coa Tik Len, Dr. Johannes Leimena, Nasrun
Delegasi Belanda
· Ketua : R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo
· Anggota lain : Dr. P. J. Koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, Mr. van Vredenburg
Penengah/Mediator dari PBB
· Ketua : Frank Porter Graham
· Anggota : Richard Kirby, Paul van Zeeland
3. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem Royen adalah adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Kali ini akan disampaikan fakta dan info mengenai latar belakang perjanjian Roem Royen serta sejarah, isi, dampak serta hasil perundingan Roem Royen selengkapnya.
8. Pasukan tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
Waktu pelaksanaan perjanjian ini dilakukan sejak tanggal 8 Desember 1947. Adapun penandatanganan perjanjian Renville dilakukan tanggal 17 Desember 1948.
Tokoh Perundingan Renville
Berikut merupakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjanjian Renville, baik dari pihak Indonesia, pihak Belanda maupun dari pihak PBB sebagai mediator perundingan.
Delegasi Republik Indonesia
· Ketua : Amir Syarifudin Harahap
· Anggota lain : Ali Sastroamijoyo, Haji Agus Salim, Dr. Coa Tik Len, Dr. Johannes Leimena, Nasrun
Delegasi Belanda
· Ketua : R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo
· Anggota lain : Dr. P. J. Koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, Mr. van Vredenburg
Penengah/Mediator dari PBB
· Ketua : Frank Porter Graham
· Anggota : Richard Kirby, Paul van Zeeland
3. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian Roem Royen adalah adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Kali ini akan disampaikan fakta dan info mengenai latar belakang perjanjian Roem Royen serta sejarah, isi, dampak serta hasil perundingan Roem Royen selengkapnya.
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Perundingan Roem Royen awalnya dilatarbelakangi oleh terjadinya serangan dari Belanda kepada Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Belanda melakukan serangan ke Yogyakarta serta serangan Agresi Militer Belanda II. Hal ini ditambah dengan adanya penahanan pemimpin Indonesia mulai mengundang kecaman dari dunia internasional terutama dari Amerika Serikat dan Dewa PBB.
Tekanan dari luar negeri yang kemudian membuat perlunya dilakukan perundingan Indonesia dan Belanda. Oleh karena itu kemudian dilakukan perundingan Roem Royen yang menjadi jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan diadakan di Den Haag, Belanda. Tanggal perjanjian Roem Royen diadakan mulai dari 14 April sampai 7 Mei 1948 dan bertempat di Jakarta.
Jalannya Perundingan Roem Royen
Perjanjian Roem Royen dimulai tanggal 14 April 1948. Dalam perjanjian Roem Royen, pihak Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem beberapa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Dr. J. Herman van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, Van Hoogstratendan dan Dr. Gieben.
Sementara pihak penengah adalah UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat. Kemudian perundingan Indonesia diperkuat dengan hadirnya Drs. Moh Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Perundingan baru selesai pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian ini mulai ditandatangani dan nama perjanjian ini kemudian diputuskan untuk diambil dari nama kedua pemimpin delegasi, yaitu Mohammad Roem dari pihak Indonesia dan Herman van Royen dari pihak Belanda.
Hasil Perjanjian Roem Royen
Hasil perundingan Roem Royen ini antara lain adalah :
1. Angkatan bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan semua aktivitas gerilya
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB)
3. Kembalinya pemerintahan Republik Indonesia ke kota Yogyakarta
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tahanan perang dan politik
5. Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari Negara Indonesia Serikat
6. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat
7. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
8. Belanda memberikan semua hak, kekuasaan dan kewajiban kepada Indonesia
Dampak Perjanjian Roem Royen
Terdapat banyak dampak perjanjian Roem Royen pada keadaan di Indonesia. Isi perjanjian Roem Royen termasuk pembebasan tahanan politik sehingga Soekarno dan Hatta kembali ke Yogyakarta setelah diasingkan. Yogyakarta juga menjadi ibukota sementara dari Indonesia. Terjadi juga penyerahan mandat dari Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) kembali kepada Ir. Soekarno.
Yang paling mencolok adalah adanya gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Perundingan Roem Royen pun berujung dengan dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dan Belanda.
4. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah pertemuan dan perjanjian yang dilaksanakan antara pihak Indonesia dan Belanda. KMB diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Tujuan Konferensi Meja Bundar ini adalah untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan jalan diplomasi.
Waktu dan Tempat Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar diselenggarakan di kota Den Haag, Belanda. Waktu pelaksanaannya diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949.
Tujuan Konferensi Meja Bundar
Ada beberapa tujuan diadakannya Konferensi Meja Bundar ini antara lain adalah :
Mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS).
Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
Tokoh Konferensi Meja Bundar
Ada tiga pihak yang terlibat dalam konferensi Meja Bundar, yakni pihak Indonesia, pihak Belanda yang diwakili BFO dan pihak UNCI (United Nations Comissioner for Indonesia) selaku penengah.
1. Pihak Indonesia
Pihak Indonesia diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta dan terdiri dari 12 delegasi secara keseluruhan.
Drs. Mohammad Hatta
Nir. Moh. Roem
Prof Dr. Mr. Supomo
Dr. J. Leitnena
Mr. Ali Sastroamicijojo
Ir. Djuanda
Dr. Sukiman
Mr. Suyono Hadinoto
Dr. Sumitro Djojohadikusumo
Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
Kolonel T.B. Simatupang
Mr. Muwardi
2. Pihak Belanda
Dalam KMB, pihak Belanda diwakili oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.
3. Pihak UNCI
Pihak UNCI atau United Nations Comissioner for Indonesia bertindak sebagai penengah jalannya konferensi antara Indonesia dan Belanda. Pembentukan UNCI dilakukan sebagai penengah dan mediator perdamaian perselisihan Indonesia dan Belanda.
Hasil dan Isi Konferensi Meja Bundar
Ada beberapa poin kesepakatan Konferensi Meja Bundar. Berikut merupakan isi dan hasil Konferensi Meja Bundar selengkapnya.
1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka.
2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
3. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan.
4. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
5. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
6. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.
7. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
8. Tentara Kerajaan Belanda akan ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Tugas
1. Buatlah sebuah kliping tentang perjuangan diplomasi bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan!
2. Isi kliping tentang
Perundingan Linggarjati
Perundingan Roem-Royen
Perundingan Renville
Konferensi Meja Bundar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar